"Ah..."
Sakit. Sakit. Sakit memenuhi sekujur tubuhnya, yang tertancapkan objek-objek tajam di beberapa bagiannya, yang membuatnya mengucurkan cairan berwarna merah pekat dari sela-selanya. Ia meringis. Berusaha menggerakkan tubuhnya namun tak mampu. Lengannya tertancap hingga menembus tubuhnya, memancangkannya ke dasar hijau di bawahnya, dasar yang menusukkan tubuhnya dengan ketajaman alami mereka, menyakiti dirinya lebih jauh.
"Aa... akh.."
Cairan tersebut perlahan keluar dari mulutnya, seiring dengan pandangnya yang mulai mengabur jauh. Ia butuh pertolongan, namun ia takkan pernah mendapatkannya. Ia seorang diri, ia seorang diri saja di tempat ini. Tak ada orang lain yang akan bisa menolongnya.
Di sudut matanya, sosok itu sudah tiada. Entah ke mana dirinya setelah melukai dan membiarkan dirinya seperti ini...
"Ser... gey..."
Satu nama ia sebutkan.
"Koma... ri..."
Dua.
"Maaf... kan... aku..."
Air mata mengalir di pelupuk kecubungnya. Membayangkan dua sosok yang paling dicintainya, yang paling dicintainya melebihi siapapun, melebihi dirinya sendiri. Ia membayangkan senyum mereka, mengingat-ingat kembali kenangan yang dilalui oleh mereka bertiga. Dirinya, suaminya, dan putrinya yang manis.
"Sergey... Komari..."
Rasa sakit memenuhi seluruh tubuhnya, ia merasa tubuhnya perlahan makin lama makin rusak, perlahan tak merasakan apapun. Meski begitu...
Entah mengapa, ada sebuah makhluk hitam di sudut matanya. Terbang perlahan, terbang berputar di atas dirinya. Dirinya tentu tak asing dengan keberadaan benda itu, namun ia tak bisa mempercayai bahwa dirinya masih bisa melihat makhluk tersebut di tempat ini. Di Rukongai yang amat jauh dari Seireitei. Apa ini kebetulan? Atau ia hanya berdelusi. Sebuah kupu-kupu hitam. Jigoku Chou.
Makhluk itu terbang berputar di dekatnya lantas mendarat di atas ujung jari tangan kanannya dan diam.
Kepalanya bergerak perlahan untuk menoleh, dan matanya menangkap sosok itu nanar, masih tak percaya akan kehadirannya, dan berharap ia hanyalah delusi. Namun sesaat pikirnya berkata bahwa itu adalah mukjizat, dan ia harus memanfaatkannya selagi bisa.
Sesaat wanita itu berharap akan mengirim pesan pertolongan darurat, namun di tempat yang jauh begini dari Seireitei, mungkin mereka akan tiba setelah dirinya mati, dan itu pun akan sia-sia. Hendak dikirimkan pada kawan kerjanya, namun ia telah menghilang jauh sebelum Nanari terlibat pertarungan yang membuat dirinya menjadi begini. Bila beruntung maka pesan ini akan sampai padanya, namun bagaimana jika tidak...?
"... Chou..." dirinya bergumam amat perlahan, dengan segenap tenaganya yang tersisa. Jari jemarinya bergerak, dan kupu-kupu hitam itu terbang, sebelum mendarat di atas telapaknya.
"Pesan ini... sampaikan... Akh..."
Meringis perlahan.
"Sergey Fedorov... Di Seireitei..."
Air matanya semakin banyak mengalir bersama dengan darah di tubuhnya, namun ia berusaha menahannya sekuat tenaga. Menahan air matanya, menahan rasa sakit di tubuhnya.
"Sergey-ku... yang tercinta... Komari-ku... yang manis..."
Kelopak matanya merapat.
"Maafkan... aku."
Satu butir air mata jatuh lagi.
"Aku... takkan pulang... malam ini... Waktuku... sudah mau habis..."
Di benaknya, mengucapkan begitu banyak kata-kata yang ingin ia ucapkan, berharap kupu-kupu hitam ini mungkin bisa menyimpan semuanya untuk diberitahukan kepada dua orang yang paling dicintainya. Namun, itu mustahil, nampaknya.
"Aku... mencintai kalian... Selalu... dan selalu..."
Kalimat yang dipilihnya.
"Jadi... janganlah bersedih... ya?"
Wanita itu tak sanggup membayangkan bagaimana wajah suaminya ketika ia mendapatkan pesan ini. Itulah sebabnya ia mengatakan padanya untuk jangan bersedih, karena ia tahu pria itu pasti akan bersedih. Ia akan marah, mungkin, dan bisa saja meraung karena hal ini.
"Aku mencintai kalian... Terima kasih untuk... keindahan yang kalian berikan padaku... selama ini..."
Sosok itu lantas menutup kedua matanya dan tersenyum.
"Ja mata nee."
Sampai bertemu kembali, karena ia percaya hal itu akan terjadi suatu saat, dan ia pun menutup kedua matanya rapat. Tertidur selamanya.
Hening.
Kupu-kupu hitam di atas tangannya bergerak perlahan, lantas mengepak sayapnya dan terbang, meninggalkan sosok itu terbaring, tertusuk di lengannya, pahanya, dan di tengah-tengah dadanya, yang tersenyum di atas hamparan hijau dan kolam merah yang menelisik kulitnya.
Ah ya, memang adalah pesan yang harus diantarkan olehnya.
(Sergey Fedorov belongs to Naryel)
Labels: Roleplay