"Ah..."
Nanari cukup terkejut menemukan sosok di dekatnya ini. Sosok yang ia kenal baik, ia tahu sama, namun nampak berbeda. Yah, mungkin memang ada beberapa hal yang selama ini tidak pernah dilihatnya, ada pada pria itu.
"Apakah engkau terkejut, sayang?" tanya Sergey sembari tersenyum kecil kepada istrinya itu. "Ya, memang inilah gigai-ku. Dahulu ketika misi ke dunia manusia, kuminta dibuat tanpa cacat untuk tidak menarik perhatian manusia, dan inilah jadinya."
Wanita bertubuh kecil itu masih terpana memandangnya, memandang sosok suaminya dalam tubuh fananya yang berbeda dengan yang selama ini ia tahu. Nanari bisa menangkap suatu 'kesempurnaan' tercermin di sana. Ia menatapkan mata cokelat itu, yang selama ini tertutup rapat, dan juga tangan kanannya, secara perlahan, instingtif, bergerak, meraihkan tangan kiri pria itu, sesuatu yang tak pernah ia sentuh. Nanari menggenggamnya erat, menelusuri dan merasakannya dengan ujung jarinya, sesuatu yang nampak asing baginya itu.
Raut wajah pria itu berubah, tersenyum kecil memandang sosok istrinya itu. Sejenak pada akhirnya ia menggerakkan dua tangannya, memeluk tubuh mungil itu, yang tiada jauh berbeda penampakannya ketimbang tubuh rohnya.
"Lihat, aku bisa melakukan hal ini sekarang. Diriku bisa merengkuh engkau dalam kedua tanganku, Nanari," ujarnya lembut.
Sementara lengan fana kirinya merengkuh tubuh Nanari, tangan kanannya bergerak naik, mengeluskan rambut hitam Nanari lembut. Sungguh amat senanglah hati Sergey kini. Dahulu ia hanya bisa merengkuhkan tubuh kecil ini hanya dengan satu tangannya, dan terkadang ia merasa kekurangan, namun kini ia bisa melakukan keduanya secara bersamaan. Mengirimkan pesan perasaannya dan afeksinya secara sekaligus, langsung. Ia amat senang.
Pria itu menggerakkan kepalanya, untuk menatap wanita di dalam pelukannya itu, yang membalas tatapannya dengan sebuah pandang hangat, dan sebuah senyum.
Sergey tersenyum, walau jauh di dalam hatinya, entah mengapa ia merasa sedih. Merasa sedih karena hanya mampu mendapatkan 'kesempurnaan' ini hanya dalam bentuk kefanaan, sebuah ketidaknyataan.
Kembali direngkuhnya tubuh mungil Nanari erat-erat, tidak ingin membuang kesempatan ini. Ia membenamkan wajahnya di antara helai-helai hitam rambut Nanari, menghirupkan kuar harumnya perlahan. Wangi. Wangi yang sama bahkan ketika gadis itu berada dalam reitai-nya semata.
"Sergey..." panggil Nanari, dan kepalanya kembali diangkat, menatapkan sosok istrinya itu, yang tengah menatapnya lamat-lamat, dan kembali tersenyum.
"Kau... tampan... dalam tubuh gigaimu ini..." ujarnya singkat, sebelum melebarkan senyumnya. "Tapi manapun itu, meskipun demikian, kau tetaplah Sergey. Sergey Fedorov, suamiku tercinta."
Pria itu menatap wanita itu lurus, sebelum akhirnya sebuah senyum muncul di wajahnya, dan ia pun tertawa kecil. Kembali dipeluknya erat dengan kedua lengannya, istrinya itu. "Terima kasih, sayang. Terima kasih."
Ya, memang aneh mengucapkan terima kasih itu.
Lantas kemudian dirasanya sepasang lengan melingkari tubuhnya. Nanari memeluk pria itu erat-erat. Sergey mengeratkan rengkuhannya, sebelum menggerakkan kembali, tangan kanannya ke belakang kepala wanita itu, dengan lembut, mengarahkan kepalanya untuk diangkat, menatapkan wajah Sergey. Lama ditatap olehnya, wajah manis istrinya itu, yang tengah memandangnya penuh arti, yang tengah tersenyum amat manis.
Perlahan, diciumkanlah olehnya kening wanita itu. Lembut, sebelum mengangkatnya sekali lagi, dan kali ini mencium pipinya, masih lembut. Terakhir pada akhirnya bibir Sergey berhenti dan mengecup bibir Nanari. Ia melakukannya dengan berhati-hati, perlahan, seolah bibirnya adalah suatu entitas yang amat rapuh, lembut, dan mudah hancur. Namun ia menikmatinya. Ia menikmati momen ini, saat ini, waktu ini, di mana ia merasa tak ada kekurangan apapun daripada dirinya yang bisa menghentikan cintanya terhadap Nanari.
Setelah beberapa waktu berlalu, Sergey melepaskan kecupannya, melonggarkan rengkuhannya dan memberi jarak sedikit antara dirinya dan Nanari, walau masih tetap memegang tubuh gadis itu dalam tangannya. Pada akhirnya, ia pun menggandeng tangan Nanari, dan menatapnya sambil tersenyum.
"Sudah siapkah kau, sayang? Menjelajah dunia manusia ini."